Minggu, 27 Oktober 2019

LIPUTAN BERSAMA ANTARA

https://hayoapaya.wordpress.com/2019/02/17/gaya-klasik-lukisan-spanduk-warung-lamongan-hartono/
                                                       HAYO, APA YA?



GAYA KLASIK LUKISAN SPANDUK WARUNG LAMONGAN HARTONO

Karya: Aditya Pradana Putra, Ahmad Faisal Adnan, dan Astri F.H.

Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono berpose dalam sesi pemotretan di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra


Bekasi, 17/2 (ANTARA) – Waktu menunjukkan pukul 16.00, matahari mulai miring menuju titik tenggelamnya. Dua lelaki sibuk menyiapkan tenda biru untuk lapak dagangan kaki lima di bagian selatan Kota Bekasi, Jawa Barat.
Usai tenda itu berdiri, keduanya menarik spanduk panjang berwarna putih dengan tepian warna hijau “stabilo” dan gambar warna-warni sejumlah hewan. Mereka memasangnya sebagai penutup warung sekaligus reklame penarik minat calon konsumen.


Sejumlah warga melintasi sebuah warung makan khas Lamongan di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Spanduk dengan warna-warna cerah bertuliskan “Ayam Gepuk dan Pecel Lele Cak Kumis” mencolok mata siapa saja yang melintasinya. Pemandangan spanduk mencolok penanda itu merupakan warung makan khas Lamongan, Jawa Timur, seperti itu banyak sekali dijumpai di kota-kota di Indonesia, termasuk Bekasi.
“Jumlah warung seperti ini ratusan di Bekasi, bahkan mungkin ribuan di Jakarta dan sekitarnya,” kata pemilik warung makan khas Lamongan “Cak Kumis”, Tasrif (51).Menurutnya, spanduk-spanduk warung makan khas Lamongan seperti miliknya itu memiliki keseragaman baik warna maupun gaya menggambarnya.“Model-model spanduk yang sama di kalangan pedagang warung makan khas Lamongan ada maksudnya, Mas,” kata lelaki dengan logat Jawatimuran yang kental itu.


Seorang pedagang menggoreng ayam di salah satu warung makan khas Lamongan, Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Tidak sekedar memberikan keberuntungan, dia mengatakan, model spanduk lukisan berbahan kain ini juga dinilai memiliki kekuatan lebih sebagai reklame dibandingkan spanduk “digital printing” yang makin marak belakangan ini.“Warna mencoloknya lebih muncul, terutama malam hari spanduk lukisan manual seperti ini lebih mengeluarkan cahaya,” kata dia.Selain itu, lanjut Tasrif, tidak semua orang bisa membuat spanduk warung makan khas Lamongan seperti miliknya ini.khas Lamongan. Berada di perkampungan padat penduduk di Pekayon, Kota Bekasi, Jawa Barat, seorang penyedia jasa lukis spanduk warung makan khas Lamongan menjalankan usahanya. Dia Hartono, pria 49 tahun asal Desa Ngayung, Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
    Berbekal informasi yang didapatkan di internet, tidak sulit mencari di mana “pelukis  legendaris” spanduk warung makan         Pertemuan Hartono dengan bisnis jasa lukisan warung makan khas Lamongan ini tidak disengaja. Cerita itu berawal saat dirinya membuka usaha warung makan pecel lele khas Lamongan pada 1994 di Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Untuk menghemat pengeluaran, dirinya membuat spanduk warungnya secara mandiri.
            “Hasilnya gak jelek-jelek amat lah waktu itu,” kata pria yang merupakan suporter klub sepak bola Persela Lamongan itu.
            Melihat hasil lukisan spanduk yang lumayan, lanjut Hartono, kawannya yang juga akan membuka warung makan khas Lamongan di daerah lain meminta dirinya untuk membuatkannya juga.
            Usaha warung makan pecel lele khas Lamongan Hartono berjalan dengan segala dinamika yang ada, dengan sesekali dirinya masih melayani permintaan membuat spanduk dari kawan lain sedaerahnya yang ingin membuka warung serupa.
            Seiring berjalannya waktu, kemampuan autodidaknya dalam melukis spanduk warung makan khas Lamongan semakin terasah. Usaha warung makan pecel lele milik Hartono juga mengalami pasang surut karena beberapa kali harus berpindah lokasi karena terdampak penggusuran oleh aparat setempat.
            Medio 2008, Hartono mengambil salah satu keputusan besar dalam hidupnya. Dia mantap memutuskan “gantung panci” alias pensiun dari bisnis warung makan pecel lelenya yang telah 14 tahun menjadi tumpuan penghidupan keluarganya. “Karena saya bosen digusur dan dipalak preman waktu jualan di jalanan,” kata pria yang memiliki dua putri itu.
Usai berhenti dari “dunia pecel lele”, Hartono memantapkan dirinya untuk menggeluti bisnis jasa lukis spanduk warung makan khas Lamongan. Hal itu juga tidak lepas dari makin banyaknya pesanan spanduk dari kawan-kawannya maupun orang lain yang tidak ia kenal.


Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

“Berkat ‘getok tular’ dari kawan-kawan yang sudah pernah order, permintaan semakin melonjak,” kata pria yang pernah memenangi lomba gambar Porseni SMA se-Kabupaten Lamongan itu.
Pada awal karirnya sebagai pelukis spanduk, Hartono mengklaim pelanggan tetapnya sudah mencapai 700-an orang. Kini, jumlahnya telah mencapai hitungan ribuan konsumen jasanya yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia.
Jumlah itu ia dapatkan bila ingin setiap hari mendapatkan pelanggan mengingat satu spanduk bertahan satu sampai dua tahun. Dengan jumlah itu, ia bisa bekerja dan mendapatkan uang setiap hari. Apalagi, lanjut Hartono, majunya internet dan ramainya sosial media semakin memudahkan dirinya dalam mencari pelanggan-pelanggan baru.
“Semua pedagang warung makan khas Lamongan di seluruh pulau besar di Indonesia memesan spanduk di saya, kecuali yang di Papua,” kata Hartono. Dia berharap suatu saat ini mendapatkan pesanan di pulau yang terkenal dengan burung Cendrawasihnya itu.
Semakin majunya teknologi, khususnya di bidang percetakan, kata Hartono, belum menjadi ancaman. “Pelaku bisnis warung makan khas Lamongan masih lebih suka dengan lukis manual,” kata Hartono. Menurutnya, spanduk dengan lukis manual seperti yang dia buat ini dipercaya lebih memiliki keberuntungan.


Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Produksi Spanduk
Dahulu dia tidak pernah mematok harga jasanya, kini setelah dia masuk ke jalur profesional jasanya dihargai tidak murah. “Sekarang harga per meter Rp125.000-Rp140.000 tergantung jumlah hewan yang digambar,” kata Hartono.
Biasanya, lanjutnya, satu warung memesan spanduk sepanjang 10 meter, yang terdiri dari lima meter untuk bagian depan dan 2,5 meter masing-masing untuk sisi kanan serta kiri warung. Untuk spanduk terpanjang yang oernah ia buat, lanjut dia, pernah mencapai sepanjang 25 meter.
Dia mengatakan, harga paling mahal biasanya ada pada spanduk warung makanan khas Lamongan yang menyajikan beragam masakan laut. “Nah, kalo itu hewannya yang digambar kan lebih banyak, jadi paling mahal deh,” kata Hartono.
Harga tersebut, menurutnya, setimpal dengan skill yang Hartono keluarkan. “Tidak semua orang bisa melakukan ini,” kata dia.
Hartono bercerita dirinya telah beberapa kali mengajarkan cara menggambar lukisan warung makan khas Lamongan ini ke orang lain, terutama kalangan anak muda untuk membantu Hartono bekerja. Namun, sebagian besar dari mereka tidak bisa membuat yang seperti pelanggannya inginkan dan sebagian lainnya tidak betah.


Lukisan pahlawan cerita rakyat Lamongam, Joko Tingkir menjadi penghias di studio pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Membuat lukisan spanduk warung makan khas Lamongan ini, menurut Hartono, tidak sulit tetapi juga tidak mudah. Untuk bisa mencapai pada titik idealnya seperti spanduk dengan kualitas yang Hartono buat saat ini membutuhkan proses yang lama.Beberapa kali eksperimen dia buat, akhirnya Hartono menemukan cara yang paling pas melalui cara seperti membuat lukisan kaca. “Saya mengkombinasikan teknik lukis kaca ini dengan teknik sablon sehingga menghasilkan spanduk yang menarik sekaligus awet,” kata Hartono.


Sri Ningshir, istri pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Selain itu, untuk membuat sebuah spanduk lukisan warung makan khas Lamongan yang mencolok dan bisa menarik perhatian, Hartono menambahkan kain berwarna hijau “stabilo” di tepian kain putih yang telah dilukis. Dalam tahap ini, istri Hartono, Sri Ningsih ambil bagian menjahitkannya.Kerja sama apik Hartono dan Sri Ningsih membuahkan hasil. Kini, usaha jasa lukis spanduk warung makan khas Lamongannya ini telah beromzet rata-rata sekitar Rp25 juta per bulan. Selain mampu membeli sejumlah aset tanah di kampung, berkat usahanya ini Hartono juga bisa memenuhi pendidikan kedua anaknya hingga jenjang perkuliahan.


Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Namun, dirinya terkendala regenerasi penerus usaha lukis spanduk ini “Kedua putri saya tidak berminat dan lebih memilih bidang lain sebagai cita-cita mereka,” kata dia. Hartono berharap suatu saat regenerasi penerus usahanya ini dapat dilakukan. “Bisa jadi suatu saat anak saya berubah pikiran, ha ha ha ha,” lanjut Hartono sambil tertawa.


Hartono, sang pelukis spanduk warung makan Lamongan

Tidak ada komentar: