Senin, 30 Desember 2019

Manual Di Era Digital | CARITA (342/1) BERSAMA JAWA POST TV

LIPUTAN BERSAMA JAWA POST TV



Berawal dari membuat spanduk untuk usahanya sendiri, kini Hartono fokus menjalanankan usahanya dengan membuat lukisan spanduk pecel lele. Tidak hanya untuk memikat calon pembeli, hasil goresan kuasnya menjadi ikon kuliner tanah kelahirannya, Lamongan. PROGRAM : CARITA JUDUL : MANUAL DI ERA DIGITAL EPS : 342 SEASON : 2 TAYANG : RABU, 25 DESEMBER 2019 Eksekutif Produser : Fariansyah Produser : Muhamad Sridipo Reporter : Defry Novaldi Cameraman : Wahyu Santiko & Aris Sandi Editor : Ardiyanto E.S Ikuti Twitter kami di @jawapostv Facebook jawapostv Instagram @jawapostvofficial Subcribe Youtube https://www.youtube.com/channel/UCJMZ... jawapostv Paling Indonesia! frekuensi 60 UHF Jangan lupa subcribe youtube channel jawapostv.

Spanduk Legendaris Gunakan di Berbagai Daerah | CARITA (342/2) BERSAMA JAWA POST TV


LIPUTAN BERSAMA JAWA POST TV



Berawal dari membuat spanduk untuk usahanya sendiri, kini Hartono fokus menjalanankan usahanya dengan membuat lukisan spanduk pecel lele. Tidak hanya untuk memikat calon pembeli, hasil goresan kuasnya menjadi ikon kuliner tanah kelahirannya, Lamongan.

Kualitas Spanduk Digital di Bawah Spanduk Lukis | CARITA (342/3) BERSAMA JAWA POST TV


LIPUTAN BERSAMA JAWA POST TV




Berawal dari membuat spanduk untuk usahanya sendiri, kini Hartono fokus menjalanankan usahanya dengan membuat lukisan spanduk pecel lele. Tidak hanya untuk memikat calon pembeli, hasil goresan kuasnya menjadi ikon kuliner tanah kelahirannya, Lamongan.

Spanduk Lukis Sebagai Cara Menikat Pelanggan | CARITA (343/4)- BERSAMA JAWA POST TV


LIPUTAN BERSAMA JAWA POST TV



Berawal dari membuat spanduk untuk usahanya sendiri, kini Hartono fokus menjalanankan usahanya dengan membuat lukisan spanduk pecel lele. Tidak hanya untuk memikat calon pembeli, hasil goresan kuasnya menjadi ikon kuliner tanah kelahirannya, Lamongan.

Kamis, 31 Oktober 2019

Pemikat Pembeli Pecel Lele

Pemikat Pembeli Pecel Lele Bersama Trubus.id


Apasih yang paling indentik dengan kuliner pecel lele bagi trubus mania?. yaps, pasti spanduk khasnya! Background kain putih, gaya huruf yang khas dan gambar hewan yang dijadikan menu serta warna cerah stabilo, jadi penanda khusus adanya warung pecel lele, meskipun trubus mania hanya sekedar lewat dijalan tanpa membacanya kan? Nah video trubus.id kali ini akan membahas pak hartanto yang merupakan seniman lukis spanduk pecel lele. telah lebih dari 4000 outlet pecel lele mempangkan karya lukisnya sebagai daya tarik warung pecel lele. ingin tau seperti apa kisahnya? yuk simak video trubus.id kali ini. Official Account www.trubus.id Portal Agribisnis dan Pemanfaatan alam untuk ekonomi, bisnis, gaya hidup hijau, dan pemberdayaan masyarakat For Information or Business inquiress : https://api.whatsapp.com/send?phone=6...

Minggu, 27 Oktober 2019

LIPUTAN BERSAMA ANTARA

https://hayoapaya.wordpress.com/2019/02/17/gaya-klasik-lukisan-spanduk-warung-lamongan-hartono/
                                                       HAYO, APA YA?



GAYA KLASIK LUKISAN SPANDUK WARUNG LAMONGAN HARTONO

Karya: Aditya Pradana Putra, Ahmad Faisal Adnan, dan Astri F.H.

Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono berpose dalam sesi pemotretan di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra


Bekasi, 17/2 (ANTARA) – Waktu menunjukkan pukul 16.00, matahari mulai miring menuju titik tenggelamnya. Dua lelaki sibuk menyiapkan tenda biru untuk lapak dagangan kaki lima di bagian selatan Kota Bekasi, Jawa Barat.
Usai tenda itu berdiri, keduanya menarik spanduk panjang berwarna putih dengan tepian warna hijau “stabilo” dan gambar warna-warni sejumlah hewan. Mereka memasangnya sebagai penutup warung sekaligus reklame penarik minat calon konsumen.


Sejumlah warga melintasi sebuah warung makan khas Lamongan di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Spanduk dengan warna-warna cerah bertuliskan “Ayam Gepuk dan Pecel Lele Cak Kumis” mencolok mata siapa saja yang melintasinya. Pemandangan spanduk mencolok penanda itu merupakan warung makan khas Lamongan, Jawa Timur, seperti itu banyak sekali dijumpai di kota-kota di Indonesia, termasuk Bekasi.
“Jumlah warung seperti ini ratusan di Bekasi, bahkan mungkin ribuan di Jakarta dan sekitarnya,” kata pemilik warung makan khas Lamongan “Cak Kumis”, Tasrif (51).Menurutnya, spanduk-spanduk warung makan khas Lamongan seperti miliknya itu memiliki keseragaman baik warna maupun gaya menggambarnya.“Model-model spanduk yang sama di kalangan pedagang warung makan khas Lamongan ada maksudnya, Mas,” kata lelaki dengan logat Jawatimuran yang kental itu.


Seorang pedagang menggoreng ayam di salah satu warung makan khas Lamongan, Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Tidak sekedar memberikan keberuntungan, dia mengatakan, model spanduk lukisan berbahan kain ini juga dinilai memiliki kekuatan lebih sebagai reklame dibandingkan spanduk “digital printing” yang makin marak belakangan ini.“Warna mencoloknya lebih muncul, terutama malam hari spanduk lukisan manual seperti ini lebih mengeluarkan cahaya,” kata dia.Selain itu, lanjut Tasrif, tidak semua orang bisa membuat spanduk warung makan khas Lamongan seperti miliknya ini.khas Lamongan. Berada di perkampungan padat penduduk di Pekayon, Kota Bekasi, Jawa Barat, seorang penyedia jasa lukis spanduk warung makan khas Lamongan menjalankan usahanya. Dia Hartono, pria 49 tahun asal Desa Ngayung, Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
    Berbekal informasi yang didapatkan di internet, tidak sulit mencari di mana “pelukis  legendaris” spanduk warung makan         Pertemuan Hartono dengan bisnis jasa lukisan warung makan khas Lamongan ini tidak disengaja. Cerita itu berawal saat dirinya membuka usaha warung makan pecel lele khas Lamongan pada 1994 di Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Untuk menghemat pengeluaran, dirinya membuat spanduk warungnya secara mandiri.
            “Hasilnya gak jelek-jelek amat lah waktu itu,” kata pria yang merupakan suporter klub sepak bola Persela Lamongan itu.
            Melihat hasil lukisan spanduk yang lumayan, lanjut Hartono, kawannya yang juga akan membuka warung makan khas Lamongan di daerah lain meminta dirinya untuk membuatkannya juga.
            Usaha warung makan pecel lele khas Lamongan Hartono berjalan dengan segala dinamika yang ada, dengan sesekali dirinya masih melayani permintaan membuat spanduk dari kawan lain sedaerahnya yang ingin membuka warung serupa.
            Seiring berjalannya waktu, kemampuan autodidaknya dalam melukis spanduk warung makan khas Lamongan semakin terasah. Usaha warung makan pecel lele milik Hartono juga mengalami pasang surut karena beberapa kali harus berpindah lokasi karena terdampak penggusuran oleh aparat setempat.
            Medio 2008, Hartono mengambil salah satu keputusan besar dalam hidupnya. Dia mantap memutuskan “gantung panci” alias pensiun dari bisnis warung makan pecel lelenya yang telah 14 tahun menjadi tumpuan penghidupan keluarganya. “Karena saya bosen digusur dan dipalak preman waktu jualan di jalanan,” kata pria yang memiliki dua putri itu.
Usai berhenti dari “dunia pecel lele”, Hartono memantapkan dirinya untuk menggeluti bisnis jasa lukis spanduk warung makan khas Lamongan. Hal itu juga tidak lepas dari makin banyaknya pesanan spanduk dari kawan-kawannya maupun orang lain yang tidak ia kenal.


Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

“Berkat ‘getok tular’ dari kawan-kawan yang sudah pernah order, permintaan semakin melonjak,” kata pria yang pernah memenangi lomba gambar Porseni SMA se-Kabupaten Lamongan itu.
Pada awal karirnya sebagai pelukis spanduk, Hartono mengklaim pelanggan tetapnya sudah mencapai 700-an orang. Kini, jumlahnya telah mencapai hitungan ribuan konsumen jasanya yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia.
Jumlah itu ia dapatkan bila ingin setiap hari mendapatkan pelanggan mengingat satu spanduk bertahan satu sampai dua tahun. Dengan jumlah itu, ia bisa bekerja dan mendapatkan uang setiap hari. Apalagi, lanjut Hartono, majunya internet dan ramainya sosial media semakin memudahkan dirinya dalam mencari pelanggan-pelanggan baru.
“Semua pedagang warung makan khas Lamongan di seluruh pulau besar di Indonesia memesan spanduk di saya, kecuali yang di Papua,” kata Hartono. Dia berharap suatu saat ini mendapatkan pesanan di pulau yang terkenal dengan burung Cendrawasihnya itu.
Semakin majunya teknologi, khususnya di bidang percetakan, kata Hartono, belum menjadi ancaman. “Pelaku bisnis warung makan khas Lamongan masih lebih suka dengan lukis manual,” kata Hartono. Menurutnya, spanduk dengan lukis manual seperti yang dia buat ini dipercaya lebih memiliki keberuntungan.


Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Produksi Spanduk
Dahulu dia tidak pernah mematok harga jasanya, kini setelah dia masuk ke jalur profesional jasanya dihargai tidak murah. “Sekarang harga per meter Rp125.000-Rp140.000 tergantung jumlah hewan yang digambar,” kata Hartono.
Biasanya, lanjutnya, satu warung memesan spanduk sepanjang 10 meter, yang terdiri dari lima meter untuk bagian depan dan 2,5 meter masing-masing untuk sisi kanan serta kiri warung. Untuk spanduk terpanjang yang oernah ia buat, lanjut dia, pernah mencapai sepanjang 25 meter.
Dia mengatakan, harga paling mahal biasanya ada pada spanduk warung makanan khas Lamongan yang menyajikan beragam masakan laut. “Nah, kalo itu hewannya yang digambar kan lebih banyak, jadi paling mahal deh,” kata Hartono.
Harga tersebut, menurutnya, setimpal dengan skill yang Hartono keluarkan. “Tidak semua orang bisa melakukan ini,” kata dia.
Hartono bercerita dirinya telah beberapa kali mengajarkan cara menggambar lukisan warung makan khas Lamongan ini ke orang lain, terutama kalangan anak muda untuk membantu Hartono bekerja. Namun, sebagian besar dari mereka tidak bisa membuat yang seperti pelanggannya inginkan dan sebagian lainnya tidak betah.


Lukisan pahlawan cerita rakyat Lamongam, Joko Tingkir menjadi penghias di studio pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Membuat lukisan spanduk warung makan khas Lamongan ini, menurut Hartono, tidak sulit tetapi juga tidak mudah. Untuk bisa mencapai pada titik idealnya seperti spanduk dengan kualitas yang Hartono buat saat ini membutuhkan proses yang lama.Beberapa kali eksperimen dia buat, akhirnya Hartono menemukan cara yang paling pas melalui cara seperti membuat lukisan kaca. “Saya mengkombinasikan teknik lukis kaca ini dengan teknik sablon sehingga menghasilkan spanduk yang menarik sekaligus awet,” kata Hartono.


Sri Ningshir, istri pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Selain itu, untuk membuat sebuah spanduk lukisan warung makan khas Lamongan yang mencolok dan bisa menarik perhatian, Hartono menambahkan kain berwarna hijau “stabilo” di tepian kain putih yang telah dilukis. Dalam tahap ini, istri Hartono, Sri Ningsih ambil bagian menjahitkannya.Kerja sama apik Hartono dan Sri Ningsih membuahkan hasil. Kini, usaha jasa lukis spanduk warung makan khas Lamongannya ini telah beromzet rata-rata sekitar Rp25 juta per bulan. Selain mampu membeli sejumlah aset tanah di kampung, berkat usahanya ini Hartono juga bisa memenuhi pendidikan kedua anaknya hingga jenjang perkuliahan.


Pelukis spesialis spanduk warung makan khas Lamongan, Hartono bekerja di studio miliknya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/2/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Namun, dirinya terkendala regenerasi penerus usaha lukis spanduk ini “Kedua putri saya tidak berminat dan lebih memilih bidang lain sebagai cita-cita mereka,” kata dia. Hartono berharap suatu saat regenerasi penerus usahanya ini dapat dilakukan. “Bisa jadi suatu saat anak saya berubah pikiran, ha ha ha ha,” lanjut Hartono sambil tertawa.


Hartono, sang pelukis spanduk warung makan Lamongan

LIPUTAN BERSAMA DETIKFOOD

https://food.detik.com/info-kuliner/d-4705631/ini-sebabnya-spanduk-warung-pecel-lele-dibuat-pakai-warna-mencolok

Warung Tenda Daerah

Ini Sebabnya Spanduk Warung Pecel Lele Dibuat Pakai Warna Mencolok

Riska Fitria - detikFood Sabtu, 14 Sep 2019 15:00 WIB
Foto: Hartono/detikFood Foto: Hartono/detikFood
FOKUS BERITAWarung Tenda Daerah

Jakarta - Yang menarik dari warung tenda pecel lele adalah spanduknya yang selalu dibuat sama dengan warna-warna mencolok. Ternyata ini alasannya.

Mudah untuk menemukan warung tenda pecel lele khas Jawa Timuran. Itu bisa dilihat dari spanduk yang terpasang di warung tenda tersebut.

Spanduknya unik, tertulis nama warung pemilik beserta menu yang tersedia. Juga terdapat gambar-gambar dari menu tersebut, seperti ayam, lele, ikan dan bebek yang selalu terpampang di setiap spanduk pecel lele.
Ini Sebabnya Spanduk Warung Pecel Lele Dibuat Pakai Warna MencolokFoto: Istimewa

Pemilihan warna untuk spanduk pecel lele tersebut selalu dibuat dengan warna-warna yang ngejreng dan mencolok. Uniknya, semua warung tenda pecel lele selalu menggunakan spanduk dengan model yang sama.

"Itu karena pengrajin spanduk pecel lele masih terbilang jarang. Jadi kebanyakan orang memesan spanduk di satu orang yang sama," jelas Hartono sebagai pengrajin spanduk pecel lele kepada detikFood (12/9).

Lebih lanjut, Hartono yang sudah merintis usaha spanduk sejak tahun 1992 ini mengatakan bahwa kesamaan rupa yang digunakan pada spanduk juga untuk menyelaraskan satu sama lain. Sehingga bisa menjadi ciri khas dari pecel lele itu sendiri.
Ini Sebabnya Spanduk Warung Pecel Lele Dibuat Pakai Warna MencolokFoto: Hartono/detikFood

Biasanya warna ngejreng yang digunakan tersebut ada seperti warna stabilo mulai dari kuning, oren hingga hijau. Bukan tanpa alasan, ternyata pemilihan warna tersebut memiliki maksud tersendiri.

Baca Juga : Punya 5.000 Anggota di Jakarta, Ini Kisah Paguyuban Soto Lamongan

"Ya supaya bisa jadi daya tarik pembeli yang lewat apalagi saat malam hari. Kalau kita pakai warna-warna mati nanti gak kelihatan terang pas malam," ungkapnya.

Usaha spanduk milik Hartono ini berawal dari hobinya yang gemar melukis. Awalnya, Hartono juga memiliki warung pecel lele. Kemudian saat membutuhkan spanduk untuk warungnya, ia mencoba untuk membuat spanduk sendiri.
Ini Sebabnya Spanduk Warung Pecel Lele Dibuat Pakai Warna MencolokFoto: Hartono/detikFood

Dari situlah spanduk pecel lele mulai dilihat orang, bahkan kerabat dan temannya tertarik untuk memesan spanduk dengan model yang sama. Hingga saat ini bisnisnya sudah berkembang pesat. Pesanan pun berdatangan, tidak hanya dari Jabodetabek, tetapi juga berbagai daerah lainnya.

Awalnya spanduk pecel lele dibuat dengan cara dilukis secara keseluruhan, mulai dari huruf hingga pada bagian gambar. Namun, seiring banyaknya pesanan yang tidak dibarengi jumlah SDM membuat Hartono harus menyablon khusus di bagian hurufnya.

"Bagian hurufnya disablon, tapi masih saya kasih sentuhan lukisan tangan sedikit. Kalau untuk gambar itu full lukisan,"

Untuk satu spanduk, proses pembuatannya bisa memakan waktu berhari-hari. Tergantung dengan berapa banyak jumlah gambar yang diminta oleh pemesan. Pembuatannya itu dilakukan di rumahnya sendiri yang berada di kawasan Bekasi.

LIPUTAN BERSAMA JURNALIS VICE

https://www.vice.com/id_id/article/eveqqm/10-pertanyaan-bikin-penasaran-buat-maestro-pelukis-spanduk-warung-pecel-lele

10 Pertanyaan Bikin Penasaran Buat Maestro Pelukis Spanduk Warung Pecel Lele


Kenapa pakem gambar pecel lele Lamongan di berbagai daerah mirip? Siapa penciptanya? Terus apa makna dari spanduk itu? Hartono, sang pelukis spanduk senior berbagi cerita buat pembaca sekalian.

Oleh Muhammad Ishomuddin
04 Maret 2019, 4:20pm
Snap
HARTONO SAAT MELUKIS SPANDUK PECEL LELE. SEMUA FOTO OLEH PENULIS.
Ada empat jenis kuliner yang bisa diterima dari Sabang hingga Merauke karena citarasanya terjamin: bakso, mi instan, masakan Minang, dan pecel lele Lamongan. Untuk yang disebut terakhir, warungnya punya ciri khas dibanding bisnis kaki lima lainnya, yaitu spanduk bergambar ikan lele, ayam, atau bebek dalam balutan warna mencolok. Spanduk itu segera memberi garansi mutu; semacam penanda bahwa kalian bakal mendapatkan masakan pengganjal lapar yang layak, sekalipun sedang di antah berantah.

Spanduk pecel lele Lamongan amat legendaris di Indonesia. Seakan ada pakem yang mengatur formatnya. Langgam gambarnya pun mirip-mirip. Spanduk warung pecel lele di Samarinda, tak akan jauh berbeda dibanding warung sejenis di Nabire sampai Wonosobo.
Gambar spanduk pecel lele menginspirasi banyak kalangan—mulai dari mahasiswa hingga pengamat seni rupa—untuk menelitinya. Duo kreator musik elektronik seperti Gabber Modus Operandi turut meminjam brand image pecel lele yang eksentrik menjadi latar panggung di setiap konser mereka. Julukan buat spanduk ini adalah 'letter'. Istilah dibuat para pengusaha pecel lele sendiri, sebab spanduk mereka anggap pengganti tulisan daftar menu.
Kendati pecel lele identik dengan Lamongan, rupanya maestro pelukis spanduk pecel lele tidak tinggal di kabupaten pesisir utara Jawa Timur itu. Dia orang Lamongan tulen, namanya Hartono. Tapi sehari-hari Hartono menghabiskan hari dalam studio tempatnya berkarya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat.
Hartono, 48 tahun, sekarang diakui sebagai maestro gaya visual spanduk yang sering kita jumpai terpasang di depan warung pecel lele. Meja besar persegi panjang penuh dengan potongan kain, aroma kimia, dan coretan cat adalah pemandangan yang segera menyambut VICE saat masuk ke ruangan 7 x 3 meter tempat dia berkarya.
Hartono adalah anggota perkumpulan masyarakat PKBN (Paguyuban Keluarga Besar Ngayung) Lamongan, yang tinggal di Jabodetabek. Mayoritas anggota PKBN pengusaha warung pecel lele. Berkat statusnya sebagai pengurus organisasi, permintaan membuat spanduk terus berdatangan sehingga Hartono berhasil hidup hanya dengan melukis spanduk pecel lele. Padahal pelukis lain, termasuk yang tinggal di Lamongan, bertumbangan akibat order sepi. "Sehari pun tidak pernah putus, terus nyambung ngelukis spanduk," ujarnya.
Kata Hartono, yang memulai karirnya sebagai mengelola warung pecel lele sebelum jadi pelukis spanduk penuh waktu, menggambar lele dan ayam lebih menantang dibanding melukis di atas kanvas. "Teman saya ada yang seniman dan sudah pameran tunggal, jago banget. Tapi kalau disuruh ngelukis di spanduk itu enggak bisa," kata bapak dua anak ini.

VICE nongkrong bersama Hartono semalam suntuk di studionya, ditemani asap rokok dari bibir Hartono yang tak kunjung berhenti mengepul, membahas seluk beluk profesinya yang unik. Apakah gaya gambar spanduk ini memang lahir di Lamongan? Siapa penciptanya? Lantas mengapa kabarnya sekarang makin susah mencari pelukis spanduk pecel lele?
Ada 10 pertanyaan menggelitik, yang barangkali selama ini terbayang di kepala pembaca sekalian, kami ajukan kepada Hartono; sang maestro lukisan spanduk pecel lele yang masih tersisa.
VICE: Halo Pak Hartono, ceritain dong kenapa memilih profesi sebagai seniman lukis spanduk pecel lele?Hartono: Awalnya enggak sengaja. Pas 1989 ada teman saya di SMP Pancasila, Lamongan, jago gambar. Dia buka bisnis lukis spanduk pecel lele setelah lulus, sementara saya jualan pecel lele di Jakarta. Karena saya perlu spanduk pecel lele juga, datanglah saya ke teman itu. Eh dia enggak mau bikinin, karena tahu saya bisa menggambar. Saya disuruh bikin sendiri, disuruh beli cat di Pasar Turi, Surabaya. Akhirnya spanduk yang saya gambar sendiri itu saya pasang. Harus diingat, orang-orang pecel lele itu semakin lama semakin bertambah. Misal saya punya warung, pasti punya anak buah. Anak buah lama-lama kan bikin usaha sendiri, enggak jauh dari pecel lele, jadinya spanduk dari bosnya diikutin. Dari situ dia tanya “bikin di mana?”, dia dapat informasi, lalu info ini berlipat ganda. Istilah jawanya itu 'getok tular'. Teman sampai saudara minta saya membuatkan spanduk semua
Saya awalnya tidak langsung jadi pelukis. Saya mulai memberanikan diri mengggambar dari tahun 1992 sambil jualan pecel lele sekalian cari konsumen lukis spanduk. Teman-teman banyak yang tanya "kenapa enggak dijadikan kerjaan utama saja?", saya sempat enggak berani. Karena spanduk pecel lele awet sampai tahunan, apa iya permintaan melukisnya ada banyak. Akhirnya, setelah dapat klien sekitar 700 orang, baru saya total jadi pelukis spanduk sejak 2008 sampai sekarang. Sehari pun tidak pernah putus, terus nyambung ngelukis spanduk.
Apakah SMP Pancasila ini yang mengajari anda cara melukis spanduk pecel lele?Iya, teman saya itu namanya Teguh. Dia sejak SD sudah juara lomba lukis tingkat kabupaten. Masuk SMP yang sama dengan saya, si Teguh ini makin jago. Dia saya idolakan, cara dia melukis saya simpan memorinya. Begitu lulus SMP, saya lanjut gali teknik lukisnya, sampai saya ikut lomba lukis juga. Saya mulai ngelukis itu enggak pernah pakai cat yang benar-benar memang untuk ngelukis, tahunya ya dari Teguh itu.
Sampai sekarang Teguh ini masih menjadi pelukis spanduk pecel lele juga, dia termasuk senior. Saya sama Teguh mulai karir agak bareng, dan hampir mirip-mirip karyanya. Sekarang Teguh masih tinggal di Lamongan. Kami tetap menjalin komunikasi, sewajarnya teman SMP, menanyakan kabar, karena seni itu tidak ada persaingan. Jadi bisa dibilang SMP Pancasila adalah sekolah melahirkan seniman lukis spanduk, termasuk saya dan Teguh.

Berarti yang pertama kali menciptakan spanduk khas warung pecel lele itu seniman Lamongan senior anda berdua ya?Bukan, malah daerah Jakarta yang duluan pakai spanduk lukis. Spanduk lukis lahir di kisaran 1978, pemilik warung yang otodidak menggambar, jadi bentuknya belum artistik. Awalnya gaya seni ini lahir karena orang Lamongan yang tinggal di Jakarta banyak jualan soto. Sementara zaman dulu soto Lamongan kan enggak terlalu diminati konsumen ibu kota seperti sekarang. Akhirnya diakali. Ditambahlah menu nasi uduk, nasi uduk itu kan makanan Betawi, pasangannya ayam goreng, sekalian ada belut, ikan gabus, ikan sili. Baru belakangan ada ikan lele, karena budidayanya lebih mudah.

Tonton video 10 pertanyaan VICE untuk orang yang menjalani profesi badut pesta:

Apakah permintaan lukis spanduk pecel lele anjlok setelah muncul teknologi digital print?Enggak, malah meningkat. Di tahun pertama muncul banner saya sempat down juga. Pikiran saya, "wah ada kompetitor", ternyata dari konsumen spanduk gambar pun merasakan perbedaannya dan tetap memilih spanduk. Kelemahan banner banyak. Rata-rata warung pecel lele bongkar pasang. Spanduk banner itu kalau sering dipasang-digulung akhirnya gambar pecah. Selain itu rata-rata pedagang pecel lele buka warung malam hari. Banner bahan plastik kalau kena lampu dari dalam cahahanya enggak tembus, jadinya warung itu malah kelihatan gelap. Dihantam lampu mobil dan motor dari depan akan mantul sinarnya. Makanya banyak pengusaha pecel lele bertahan pakai spanduk lukis.

Paling susah itu menggambar hewan apa di spanduk pecel lele?Enggak ada sulitnya kalau hewan karena sudah feeling, tapi menurut saya yang susah itu teknik gradasinya. Teknik lukis spanduk ini memang beda, enggak kayak lukisan kanvas, hampir mirip sama teknik lukisan kaca. Teman saya yang lain lagi ada seniman lukis juga dan sudah pameran tunggal, dia itu jago banget. Tapi kalau disuruh ngelukis di spanduk enggak bisa.
Bisa melacak spanduk karya anda sudah tersebar ke mana saja?Yang belum tersentuh sama saya tinggal Papua. Mulai dari Surabaya, Bali, Kalimantan, sampai Sulawesi juga ada yang pesan. Padahal warung pecel lele di Papua itu ada, tapi mungkin spanduk saya belum lari sampai sana.
Kenapa sih gaya gambar spanduk pecel lele seakan-akan seragam di seluruh Indonesia?
Pakem utama adalah pemakaian warna-warna stabilo. Karena tujuannya memanipulasi warna di malam hari, biar spanduk itu kelihatan ngejreng [mencolok-red]. Kalau hanya warna standar, mati. Contoh, kenapa hijau stabilo? Untuk ngakalin warna penerangan jalan. Ingat, warung ini buka malam hari. Lampu jalan itu sinarnya kuning. Sudah tendanya kuning, tulisannya kuning, listnya kuning, warungnya bakal pucat. Makanya saya akali pakai warna hijau stabilo untuk font. Mempertimbangkan estetika juga, karena niat saya menghidupkan warungnya. Biar orang sekali lihat itu langsung tahu itu warung pecel lele, sehingga dapat bersaing dengan bisnis kuliner lainnya.
Untuk maestro seperti anda, melukis spanduk pecel lele itu butuh waktu berapa lama?Sesuai aturan di tempat saya harus menunggu dua bulan. [Kalau konsumen mau] syukur, enggak mau ya sudah. Kalau mau lebih cepat paling diakalin cari menu yang sama. Kadang konsumen punya settingan layout menu sendiri, maka enggak bisa cepat. Karena cuma saya sama istri doang yang mengerjakan, enggak pakai karyawan.
1551690968617-DSC05562
Selama tiga puluh tahun terakhir, apa anda merasa ada perbedaan gaya lukis spanduk pecel lele?Awalnya semua pakai lukisan tangan. Pertama saya bikin satu spanduk gambar itu bisa berbulan-bulan. Bikin font-nya saja saya ukur, garis-garis segala macam. Dianggap kelamaan [sama konsumen]. Akhirnya saya kombinasi antara sablon dengan lukis, jadi untuk font-nya disablon, gambar ayamnya saya lukis. Banyak pelukis spanduk pecel lele lain yang lebih senior dulu masa bodoh sama kebutuhan konsumen. Makanya banyak yang bertumbangan bisnisnya.
Kalau saya mengerjakan font-nya pakai aplikasi Corel Draw. Didesain dulu menunya apa. Hasil desain dikirim ke klien, supaya [pelanggan] mengecek apa ada yang kurang. Kan sudah ada laptop, maka harus dimanfaatkan untuk memudahkan pekerjaan kita.

Jika memang pakemnya mirip dan orang lain pun bisa melakukannya, apa dong keistimewaan gambar spanduk Pak Hartono sehingga klien selalu datang?Saya juga ngasih bonus resep sambal pecel lele yang enak. Saya tahu, kebanyakan warung pecel lele Lamongan itu sambalnya kurang enak. Kalau sambalnya enak, pasti bisnis jalan lancar. Warung pecel lele sampai bangkrut itu rumusnya karena spanduk kurang bagus, dan sambalmu kurang enak. Pakai jasa saya, konsumen bisa dapat dua ilmu sekaligus. Spanduknya cakep, sambalnya enak. Hahaha....
Wawancara ini telah disunting agar ringkas dan enak dibaca.